Gunadarma BAAK News

Kamis, 20 Maret 2014

MANUSIA DALAM BERNALAR DAN BERPIKIR

Dalam pemakaian sehari – hari, kata berpikir sering disamakan dengan bernalar atau berpikir secara diskursif dan kalkulatif. Kecenderungan ini semakin besar dengan semakin dominannya rasionalitas ilmiah teknologis atau rasionalitas instrumental. Akan tetapi, menurut Sudarminta, sesungguhnya berpikir lebih luas dari sekedar bernalar (Basis 05 – 06, 2000 : 54). Seperti dikemukakan oleh Habermas, selain rasionalitas ilmiah – teknologis, masih ada rasionalitas tindakan komunikatif.


Dalam penalaran model rasionalitas yang pertama, pikiran menyibukkan diri dengan penemuan sarana yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Benar – salah dalam konteks ini dilihat dari sukses – gagalnya apa yang dipikirkan dioperasionalisasikan secara teknologi. Adapun dalam penalaran model rasionalitas yang kedua, arahnya adalah upaya saling memahami.


Menurut Sudarminta, bernalar adalah kegiatan pikiran untuk menarik kesimpulan dari premis – premis yang sebelumnya sudah diketahui. Bernalar Bias mengambil bentuk induktif, deduktif, ataupun abduktif. Penalaran induktif merupakan proses penarikan kesimpulan yang berlaku umum (universal) dari rangkaian kejadian yang bersifat khusus (pertikular). Sebaliknya, penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan khusus berdasarkan hokum atau pernyataan yang berlaku umum. Adapun penalaran abduktif (suatu istilah yang dikenalkan oleh Charles S. Pierce) adalah penalaran yang terjadi dalam merumuskan suatu hipotesis berdasarkan kemungkinan adanya korelasi antara dua atau lebih peristiwa yang sebelumnya sudah diketahui. Sebagai contoh, kita tahu bahwa semua pohon semangka di kebun kita adalah semangka yang disediakan di ruang makan itu diambil dari kebun kita.


Memang kegiatan bernalar merupakan aspek yang amat penting dalam berpikir. Akan tetapi, menyamakan berpikir dengan bernalar, seperti dikatakan Sudarminta, merupakan suatu penyempitan konsep berpikir. Penalaran sebagai kegiatan berpikir logis belum menjamin bahwa kesimpulan yang ditarik atau pengetahuan yang dihasilkan pasti benar. Walaupun penalarannya betul atau sesuai dengan asas – asas logika, kesimpulannya yang ditarik bias saja salah kalau premis – premis yang mendasari penarikan kesimpulan itu ada yang salah.


Dalam bernalar memang belum ada benar – salah. Yang ada betul keliru, sahih atau tak sahih. Tolak ukur penilaiannya adalah asas – asas logika atau hokum penalaran. Akan tetapi, kalau kegiatan berpikir dimengerti secara lebih luas dan menyeluruh, mulai dair penerapan indrawi, konseptualisasi atau proses pemahaman atas data yang diperoleh, serta berakhir dengan penegasan putusan, dapat saja kita bicara tentang benar – salah dalam berpikir. Penalaran yang betul merupakan unsur yang amat penting dalam kegiatan berpikir, dan dapat menunjang kegiatan berpikir yang benar.

PSIKOLOGI UMUM. Drs. Alex Sobur, M. Si. (Hal 208 – 109)

Dalam kenyataannya saat ini banyak kasus yang membuktikan bahwa manusia semakin kurang peka terhadap sikap  bernalar dan berpikir yang baik. contoh nyata diantaranya adalah ketika seseorang diminta untuk mengerjakan sesuatu dengan kaidah tertentu dan kerja keras dirinya sendiri, dia belum tentu akan melaksanakannya sepenuhnya. bisa juga dia menggunakan hal tersebut untuk berpikir ke arah yang negatif misalkan memanipulasi dan lain sebagainya.
banyak pula hal tersebut dari para mahasiswa yang banyak menggunakan hal tersebut untuk kegiatan yang negatif. misalkan saja untuk hal penulisan dan lain sebagainya. sebagaimana yang sering terjadi dalam hal sehari-hari.